Monday, November 16, 2009

Materi Kuliah Manajemen Pemasaran

Buat rekan-rekan yang membutuhkan materi kuliah manajemen pemasaran, manajemen pemasaran lanjutan atau strategi pemasaran silahkan download di bagian materi kuliah di kiri atas blog ini...
Pada bagian pertama ada materi Brand positioning..ini terdiri dari satu file dalam bentuk PPT.jadi yang mo kuliah mengenai Brand Positioning tinggal colokin ke LCD aja...
dibagian kedua ada Kotler 2000...klo yang ini lengkap dari chapter 1 sampai dengan 22 dalam bentuk win.rar jadi setelah di unduh mesti di ekstrak dulu...bentuknya juga udah siap presentasi..
Di bagian tiga ada buku dari Lindell Philip Chew..ada sekitar 21 chapter..siap dalam bentuk PPT dan Ms.Word
Ada juga mengenai STP (Segmentation, Targeting, Positioning) klo ini ngga terlalu banyak...ada 4 file..Kemudian pada kolom pemasaran jasa anda juga bisa mengunduh materi tentang pemasaran produk jasa..cuma 1 file PPT. Pada Menu strategi Pemasaran terdapat chapter 1 sampai dengan 7...semua dalam bentuk file power point..
silahkan bagi yang membutuhkan disedot aja...gratis..jangan lupa mesti di ekstrak dulu..
Bagi mahasiswa saya yang mengambil MK. Manajeman Pemasaran Lanjutan...buat materi sampai dengan UTS cukut download Philip Kothler sama Brand positioning...Pelajari mengenai Branding, Positioning, targeting, dan Strategi pemasaran pada Siklus Hidup Produk/Product Life Cycle...Selamat ujian...

Monday, November 9, 2009

Bila kacamata kita berbeda
Leaders began the transformation by first getting the right people on the bus (and the wrong people off the bus). “Who” question came before “what” decisions - before vision, strategy, organization structure, and tactics. Jim Collins

Sungguh mengejutkan analisa dan temuan Jim Collins dalam bukunya Good to Great yang monumental. Dari kacamata Great Leaders, proses transformasi dimulai bukan dari perumusan misi, visi dan strategi lalu struktur – atau kotak posisi yang berisi job description (Jobdesc) tapi dimulai dari People Description (PD).
Ini yang tak biasa dilakukan. People biasanya dicari setelah visi, misi dan strategi tranformasi ditetapkan. Pertanyaan yang sudah standar : “Siapa yang bisa mengawaki proses transformasi yang seperti kita rencanakan ini ?”. “Siapa yang cocok dengan program transformasi yang sudah disusun ini ? Artinya, menyitir Jim Collin, First What then Who.
Bila “What” lebih dulu dari “Who” dan “What” dijadikan Key Dimension atau Key Performance Indicator maka Leader yang dipilih akan kehilangan kreativitasnya. Ia dipasung oleh Jobdesc dan harus mengadaptasinya dengan sepenuh hati kalau tidak mau dianggap tidak cocok dengan apa yang dibutuhkan. Leader yang terpasung ini akan melaksanakan tugas karena tugas (duty for the sake of the job) bukan berdasarkan karakter, kepribadian dan pemikirannya sendiri.
Pasungan Jobdesc dan ketatnya KPI (Key Performance Indicator) yang ditambah dengan Key Strategic Measures akan memunculkan leader yang memimpin hanya dengan head dan hand dengan hanya sedikit menggunakan heart-nya. Dia akan terus berupaya menjadi sama dengan ‘kolega’, sama dengan mereka dan sama dengan yang lain. Kalau perasaan menjad ’sama’ telah mendiami hati leader baru, tak mungkin ia melakukan gebrakan yang membuat transformasi yang sebenarnya dibutuhkan oleh organisasi.
Pasungan ”What” then ”Who” inilah yang menyebabkan stagnasi organisasi. Visi dan pembaruan berjalan lambat. Tidak ada lompatan baru. Jangankan Blue Ocean Strategy, red ocean strategy pun sering menjadi tercecer di belakang. Akibatnya muncul perusahaan yang tidak sehat. Ia sehat karena diberikan dukungan peraturan pemerintah untuk memonolopi atau oligopoli.
Tirani ”What” inilah yang sayangnya sering dijadikan senjata pamungkas para praktisi HRD dalam mengevaluasi kinerja para leader. Tentunya bukan hal yang salah, hanya kalau ’what’ sudah menjadi ‘the name of the game’, who hanya akan jadi score-nya. Permainan beralih dari keberanian untuk tampil beda menjadi ‘seirama, serupa, sejalan’ dengan kita-kita.

Jim Collins menyadari bahwa tirani ’what’ lah yang membuat perusahaan yang ’good’ sulit beranjak ke arah ’great’. Bahkan dengan tajam ia berani berkata ’good is the enemy of great’.
Dalam konteks transformasi inilah proses pemilihan leader harus diubah dari pakem yang biasa. First ’who” then ’what”. Carilah orang yang paling berkompeten melakukan tansformasi. Artinya seorang transformator. People descriptionnya menjadi sangat jelas. Keberanian melakukan transformasi. Kemauan untuk melakukan perubahan total. Dari kepompong menjadi kupu-kupu. Berani mengganti sejarah lama yang tak perlu dipertahankan karena menghambat proses transformasi. Berani mengganti pakem, paradigma dan aksioma lama yang menjadi barang keramat. Ia tidak boleh menoleh ke belakang. Ia harus berani membuat sejarah dan bukan bagian dari sejarah.
Masalah timbul kalau HRD justru merupakan orang atau bagian yang suka mempertahankan budaya lama, kultur lama dan sejarah lama. Tak mungkin bagian rekrutmen atau pimpinan HRD mampu mencari orang yang dibutuhkan sebagai tranformator kalau ia mencari yang sealiran atau karakter yang selama ini dikuasainya. Akan ada konflik batin yang berat. Mencari orang yang akan men’destroy’ legacy yang selama ini mereka ikut bangun. Apakah siap menjadi partner seorang CEO baru yang justru dicari yang berbeda dengan ’kita’?